Ahmad Nadhif

"All truth passes through three stages. First, it is ridiculed, second it is violently opposed, and third, it is accepted as self-evident." (Arthur Schopenhauer, Philosopher, 1788-1860)

Tuesday, September 19, 2006

hidup cilok

Sepanjang yang bisa kuingat, pertama kali aku makan cilok ketika aku KKN di dusun Manting, Tawangsari, Pujon, Kabupaten malang akhir tahun 2003. Waktu itu malam hari, sehabis main dari rumah seorang warga desa. Lisief yang membelikan. Hanya dengan seribu rupiah, kami dapat seabrek cilok. Sampe nggak kuat ngabisin (soalnya masih kenyang. Setiap habis main dari rumah warga, pasti kenyang, he he). Untungnya ada Toni. Anak ini memang sepertinya telah menjadi musuh bebuyutan setiap makanan, he he lagi.

Beberapa bulan yang lalu, seorang karib-naik-gunung bernama Arief menceritakan sebuah kisah unik tentang cilok. Katanya dia baru saja memberanikan diri bertanya kepada seorang akhwat, kalo dia nikah pengen mahar apa. Akhwat itu menjawab, “Cilok dua bungkus. Habis akad nikah, dimakan berdua.” Hmm… Sederhana. Unik. Romantis. Tapi nggak awet.

Dua minggu lalu, di sebuah sore yang hangat, aku dan barir (adhekku yang masih duduk di kelas 2 SD) diajak ibuk berjalan kaki agak jauh. Dari Sengkaling ke Perumahan Tegalgondo. Kira-kira 2 kilo-an. Kami berjalan menyusuri jalanan setapak, di pinggir kali yang mengalir deras. Tau nggak, di tengah perjalanan kami mendapati orang jualan cilok! Tanpa kuminta, ibuk membeli 2 bungkus. Satu untukku, satu untuk barir. kami berhenti di sebuah pondok kecil untuk menghabiskannya.

sore tadi, sepulang dari lihat pameran buku di perpustakaan umum bareng mas usman, aku beli cilok dua bungkus. pak usman memasang muka mentertawakan. tapi ia mau makan juga. di atas sepeda motor. habis duluan lagi!

malam ini, ketika ke warnet utk memposting tulisan ini, kami (aku dan mas usman) mendapati ada orang jualan "bakso kering" di depan warnet. kami putuskan utk beli. nggak dinyana, ternyata "bakso kering" itu ternyata CILOK!

maka: hidup cilok! makanan asli buatan orang Indonesia. memakannya harus dengan bangga. aku nggak tau rasanya hamburger, tapi aku yakin tidak se-enak cilok. wallahua'lam.