Ahmad Nadhif

"All truth passes through three stages. First, it is ridiculed, second it is violently opposed, and third, it is accepted as self-evident." (Arthur Schopenhauer, Philosopher, 1788-1860)

Tuesday, October 31, 2006

pindah blog

ahmad nadhif resmi pindah ke http://nadhiv.wordpress.com/ . silahkan berkunjung.

Saturday, October 14, 2006

giliran Bush serang Khilafah

Pada sebuah konferensi pers di white house tanggal 11 oktober lalu, Bush berbicara tentang “sebuah dunia tempat para ekstremis berusaha mengintimidasi kaum rasional untuk menggulingkan pemerintah moderat dan untuk menegakkan Khilafah”. Merujuk pada keberadaan pasukan Amerika di Timur Tengah, dia berkata, “dan mereka ingin kita pergi. Dan mereka ingin menggulingkan pemerintah. Dan mereka hendak menegakkan Khilafah, yang tidak memiliki konsep kebebasan..”

Semakin nyata. Semakin nyata bahwa perang melawan teror yang selama ini dihasung bangsa-bangsa pengecut Barat sebenarnya adalah perang melawan sistem politik Islam atau Khilafah. Bush terus saja melakukan fitnah terhadap perjuangan politik di dunia Islam dengan cara menyamakannya dengan fanatisme dan kekerasan. Semakin nyata bahwa teror yang mengganggu pikiran orang-orang seperti Bush ini bukanlah ledakan bom, hancurnya gedung, tumpahnya darah, ataupun berhamburannya nyawa. “Teror” yang membuat mereka takut adalah kabar kembalinya Khilafah.

Tampaknya, Bush dan para sekutunya saat ini tengah dirundung putus asa karena jutaan umat islam dari Turki hingga Indonesia telah menyerukan kembalinya syariah dan Khilafah untuk menggantikan para penguasa bejat yang selama ini telah dengan setia menjadi budak Barat sejak runtuhnya Khilafah tahun 1924. Setelah gagal menghadapi gerakan Islam dengan cara yang politis dan intelektual serta menyadari keniscayaan kembalinya Khilafah ke pentas dunia, pemerintah Barat kemudian melancarkan perang kotor terhadap Islam dan perjuangan penegakan Khilafah.

Bush, that’s a great effort but useless. The Caliphate is unstoppably coming. It’s on its way now. Listen, it rings louder and louder. Get prepared!

Sunday, October 08, 2006

maafkan

kepada semua, maafkan sepertinya aku bakalan lama nggak ngup-date blog. akhir-akhir ini sibuk banget. orang-orang liberal yang ramadhan ini bagai merajai TV harus dilawan dengan senjata apa aja yang ada, meski hanya dengan mulut dan pena. thesis juga harus cepet-cepet diselesaikan. kalo nggak, bisa-bisa tertinggal jauh sama temen-temen kelas. itu artinya nggak ada lagi yang nyemangati :) kerja mesti juga tetep jalan, atau asap dapur nggak akan ngepul.

kepada mas saiful, maaf ya, artikel itu bahkan belum mulai kutulis. sabar, OK? bukankah puasa mengajarakan kesabaran. he he.

Sunday, October 01, 2006

halaqoh muslim moderat

Tadi malam, Televisi Republik Indonesia menggelar sebuah program diskusi menarik. Namanya: HALAQOH RAMADHAN MUSLIM MODERAT. Tema yang dibahas adalah mengenai merajalelanya korupsi di Indonesia. Pembicara: Masdar dan Imdad (saya tidak perlu memberi tahu kan kalau dua orang ini adalah bolone JIL?). Diskusi ini menarik karena dari dulu saya memang ingin mengetahui solusi yang ditawarkan kelompok yang menyebut diri mereka “muslim moderat”ini terhadap permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapi bangsa.

Tapi sebelum itu, saya ingin mencermati nama program ini: HALAQOH RAMADHAN MUSLIM MODERAT. Kata “muslim moderat” sepertinya dipilih untuk semakin menegaskan bahwa kaum muslim itu ada dua macam: moderat dan radikal. Di akhir program, sang moderator mensifati muslim moderat sebagai muslim yang anti kekerasan. Tapi, menurut saya, adalah salah jika dianggap bahwa yang membedakan kelompok moderat dan kelompok radikal adalah penggunaan kekerasan dalam aktivitas “perjuangan” mereka. Sebab, HTI, Hidayatullah, dan sekian banyak kelompok-kelompok Islam lain yang tidak menggunakan kekerasan pun dicap sebagai kelompok radikal. Sebaliknya, Garda Bangsa, Banser, Pasukan Berani Mati, dan kelompok-kelompok sejenis yang tidak jarang menggunakan kekerasan pun dimasukkan ke dalam kelompok moderat. Kriteria yang membedakan kelompok radikal dan kelompok moderat itu adalah sikap mereka terhadap pemberlakuan syariat Islam sebagai aturan formal kehidupan berbangsa dan bernegara dan juga sikap mereka terhadap ide-ide Barat. Singkatnya, muslim moderat menolak syariat sebagai sistem legal formal kenegaraan (kalau dalam tataran kehidupan pribbadi sih monggo-monggo saja), sementara muslim radikal keukeuh menuntut pemberlakuannya. Di samping itu, muslim moderat bersikap “bersahabat” terhadap Barat dan ide-idenya, sementara muslim radikal bersikap “bermusuhan”. Pemetaan dan pelabelan model begini sebenarnya berasal dari Barat. Dan sebagaimana biasa, orang-orang semacam Masdar dan Imdad ini selalu taqlid kepada mereka. Saya sebenarnya enggan mengikuti pemetaan seperti ini, terutama mengenai label yang digunakan: moderat-radikal. Jika memang substansi yang membedakan adalah seperti yang disebutkan di atas, saya lebih suka memberi label yang lain: “muslim rouso” (ingat seorang bintang iklan bernama Mbah Marijan kan?) untuk muslim radikal dan dan “muslim letoy” untuk muslim moderat. Namun, untuk sementara, saya akan ngalah dulu dan mengikuti istilah yang mereka gunakan. Ingat: untuk sementara!

Dalam diskusi tersebut, Masdar mempertanyakan, mengapa para pejabat negeri ini, yang sebagian besarnya adalah muslim, masih banyak yang tega hidup berkorupsi. Saya benar-benar tergelitik untuk menghubungkan pertanyaan ini dengan pengelompokan kaum muslimin seperti di atas. Ya, kalau saja Masdar ada di depan saya, saya akan berkata kenceng-kenceng, “Muslim-muslim yang koruptor itu adalah muslim moderat. Golongan anda!”

Saya tidak sedang guyon. Lihatlah sendiri, mana ada para koruptor busuk itu yang selama ini meneriakkan syariat Islam dan berusaha menggusur sistem Barat dari negeri ini? Semuanya adalah muslim letoy, yang terhadap Barat dan ide-ide kapitalis-sekuler-nya tidak pernah bersikap “bermusuhan”.

Ini sebenarnya sesuai dengan pernyataan Masdar sendiri yang mengatakan bahwa korupsi merajalela karena banyak pejabat yang hanya menganggap penting kesalehan ritual, bukan kesalehan sosial. Lha, itu kan ciri-ciri orang moderat. Bukankah mereka yang selalu mengatakan bahwa syariat Islam memang cocok untuk kehidupan pribadi, tetapi jangan digunakan dalam tataran publik? Wilayah ritual adalah wilayah pribadi dan wilayah sosial adalah wilayah publik. Walhasil, kalau Masdar menginginkan orang-orang muslim tidak hanya saleh secara ritual tetapi juga saleh secara sosial, maka mestinya dia mendudukung penegakan syariat Islam dalam wilayah publik. Bukankah kesalehan adalah kesesuaian perbuatan seseorang dengan perintah dan larangan Allah? Bukankah perintah dan larangan Allah itulah yang dinamakan Syariat Islam?!

Ini semakin nyambung dengan pernyataan tegas Imdad dalam diskusi tersebut. Dia setidaknya dua kali menyatakan bahwa, menurutnya, tindak korupsi secara hukum fiqh dikenai sanksi sebagaimana tindak ihtirob (Imdad menjelaskannya sebagai tindakan yang merugikan banyak orang), yaitu dibunuh dengan cara disalib. Pertanyaannya, bersediakah Imdad, Masdar, dan rekan-rekannya menerima pemberlakuan hukuman salib tersebut di negeri ini demi mewujudkan kesalehan sosial para pejabat seperti yang dicita-citakan Masdar? Kalau bersedia, mestinya nama program diskusinya diganti menjadi: HALAQOH RAMADHAN MUSLIM RADIKAL atau HALAQOH RAMADHAN MUSLIM ROUSO. Wallahu a’lam.

Wednesday, September 27, 2006

CONDY TIDAK SEDANG MEMUJI


Kemarin lusa, wakil Presiden Indonesia Yusuf Kalla bertemu dengan menteri luar negeri AS Codoleeza Rice. Dalam pertemuan itu, Condy (sapaan akrab menteri yang tampaknya IQ-nya jauh lebih tinggi daripada IQ presidennya ini) “memuji” bangsa Indonesia sebagai bangsa yang, bersahabat, moderat, dan toleran. Menurutku sih, itu bukan pujian, melainkan perintah.

Dalam kehidupan sehari-hari, betapa sering kita memerintah seseorang dengan menggunakan kalimat yang bukan kalimat perintah. Misalnya, ketika telepon berdering dan kemudian suara di seberang sana bilang, “bisa bicara dengan dewo?” Kalimat itu sama sekali bukan sekedar pertanyaan yang akan selesai dengan jawaban “iya, bisa”. Kalimat itu adalah cara lain untuk mengatakan, “panggilin dewo dong”. Contoh lain, jika di sebuah larut malam ibu kita bilang, “ngger, jendelanya belum ditutup tuh”, tentu itu juga bukan sekedar pemberitahuan tentang kondisi jendela, melainkan perintah untuk menutupnya. Di sinilah, konteks sangat dibutuhkan untuk bisa memahami isi pembicaraan yang sebenarnya.

Nah, jika kita perhatikan konteks pembicaraan Condy dengan Kalla, akan jelaslah bahwa yang dimaksudkan Condy dengan pernyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersahabat, moderat, dan toleran itu bukanlah sekedar pujian yang akan selesai hanya dengan ucapan “thank you”-nya Kalla.

Seperti yang kita tahu, dari dulu, negara gembrot Amerika Serikat, juga sekutu-sekutunya, telah melakukan pemetaan terhadap kaum muslimin akan sikap mereka terhadap Barat. Dalam hal ini, setidaknya mereka mendapati ada dua jenis kaum muslimin: muslim radikal dan muslim moderat. Muslim radikal mereka sifati sebagai muslim yang tidak bersahabat terhadap Barat dan tidak mau bertoleransi (baca: berkompromi) dengan nilai-nilai Barat. Ciri mereka jelas: ingin menegakkan syariah Islam dan menggusur ide-ide dan sistem Barat. Sementara muslim moderat dalam pandangan mereka adalah muslim yang bersikap bersahabat terhadap Barat, mau menerima ide-ide Barat, dan bahkan memperjuangkannya. Ciri mereka juga jelas: emoh syariat Islam dan gandrung terhadap nilai-nilai Barat. Tentu saja yang diinginkan AS adalah muslim yang moderat ini. Bahkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa AS membiayai golongan ini untuk “memerangi” muslim radikal.

Pertanyaannya, termasuk golongan yang manakah bangsa Indonesia? Kalau sikap Pemerintah dijadikan sebagai ukuran penilaiannya, tentu bangsa Indonesia dengan mudah terkategori sebagai bangsa yang moderat terhadap Barat. Namun meskipun begitu, akhir-akhir ini kita bisa saksikan ada beberapa sikap Pemerintah yang menabrak kepentingan Barat. Sebagi contoh, beberapa minggu yang lalu, di Havana, bersama dengan sekian negara-negara lain, Pemerintah Indonesia menyatakan dukungannya terhadap program nuklir Iran. Padahal, Amerika mati-matian menentang program tersebut. Apakah dengan fakta ini, kita percaya bahwa Condy tulus ketika mengatakan bahwa Indonesia adalah sahabat yang menyenangkan? Ini belum bicara tentang maraknya perda-perda syariah di daerah. Ini juga belum bicara tentang dibebaskannya Ust Abu Bakar Ba’asyir, tokoh radikal yang dicap Barat sebagai teroris Asia Tenggara, dari tahanan. Ini juga belum bicara tentang tetap dilakukannya eksekusi terhadap Tibo cs, meski Pemerintah ditekan Paus Benedictus untuk membatalkannya. Ini juga belum bicara tentang sikap Pemerintah yang ngotot untuk mengirim pasukan TNI ke Libanon meski ditentang Israel dan juga pernyataan tegas Pemerintah bahwa TNI akan menolak jika diperintahkan untuk melucuti senjata Hizbullah.

Itu, sekali lagi, jika sikap Pemerintah dijadikan sebagai acuan penilaian atas sikap bangsa Indonesia secara keseluruhan terhadap Barat. Lha, bagaimanakah jika acuan itu adalah sikap masyarakat Indonesia secara keseluruhan? Agak susah menilainya. Memang beberapa waktu yang lalu LSI menurunkan laporan hasil surveynya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menolak penerapan syariat Islam. Tetapi, sejauh mana validitas hasil survey tersebut mengingat komandannya adalah orang JIL, kelompok moderat yang dibiayai AS?! Kalau pun toh hasil survey itu benar, ada hal yang tidak terjawab padahal penting. Yaitu, apakah ada kecenderungan penurunan dukungan masyarakat terhadap penerapan syariat Islam dari tahun ke tahun, ataukah justru peningkatan? Kalau jawabannya adalah yang kedua, meskipun secara umum masyarakat Indonesia saat ini kebanyakan masih menolak syariah, itu adalah hal yang sangat menyesakkan dada bagi Barat.

Jika kita perhatikan kondisi di lapangan, ada indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa muslim Indonesia mulai sulit untuk dikatakan sebagi moderat. Tuntutan penerapan syariah saat ini tengah menggejala di mana-mana. Bukankah perda-perda syariah itu adalah perwujudan dari keinginan masyarakat, meski mungkin tidak semuanya? Bukankah hampir satu orang turun jalan, di Jakarta saja, menuntut segera disahkannya RUU APP? Bukankah ketika Rasulullah dikarikaturkan, demonstrasi besar-besaran pecah dimana-mana? Bukankah itu pula yang terjadi ketika Amerika menginvasi Afghanistan dan Irak, dan ketika Israel menyerang palestina dan Libanon?

Kebencian terhadap Amerika juga semakin kental. Bahkan di sebuah masjid milik warga NU tidak jauh dari kontrakan saya, setiap kali qunut subuh sekarang selalu membaca, “allahumma innaa na’uudzu bika min jahdil balaa’ wa dzarqi syaqaa’ wa suu’il qadha’ wa shamadatil a’daa’. A’daa’inaa amriika wa israail wa syurakaa’ihim. Allahumma innaa naj’aluka fii nukhuurihim wa na’uudzu bika min suruurihim…” Kalau warga NU saja ada yang bersikap seperti ini, bagaimana dengan organisasi-organisasi seperti HT, FPI, PKS, dan lain sebainya yang jumlahnya tidak bisa dikatakan sedikit?

Karena itu, pernyataan Condy di atas hanya bisa kita artikan: “Wahai Kalla dan para pejabat Pemerintah Indonesia yang lain, jaga bangsamu agar tetap moderat, tetap bersahabat dengan Barat, tetep mau menerima nilai-nilai Barat, dan jangan sampai kaum radikal mempengaruhi bangsamu!” Bagaimana seharusnya sikap Pemerintah Indonesia dalam merespon perintah Condy, yang mewakili negara gembrot AS ini? Ya tergantung. Tergantung apakah Pemerintah memandang bangsa Indonesia ini sebagai bangsa jongos atau tidak! Wallahu a’lam.

Tuesday, September 26, 2006

Gordon Brown oh Gordon Brown


Kemarin, seorang anak manusia bernama Gordon Brown, the Chancellor of the Exchequer, membuat pernyataan konyol di program BBC Today. dia bilang bahwa ancaman terorisme datang dari mereka yang ingin "building a chaliphate" di dunia Islam. dia menolak pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan luar negeri barat, termasuk invasinya ke irak, sebagai bahan bakar tumbuhnya "terorisme".

Entah sampai kapan, orang-orang seperti Gordon ini akan terus menutup mata bahwa kebijakan ngawur bangsanya telah membuat dunia kacau balau seperti saat ini. Entah sampai kapan pula, Barat akan terus menerus menakut-nakuti orang dengan kata "Khilafah". Untuk yang terakhir ini, antara Bush, Blair, Howard, dan Si Gordon ini blas nggak ada bedanya.

Tapi setidaknya, ini semua telah menunjukkan apa yang sebenarnya diinginkan Barat dengan perang melawan teror-nya. ya, mereka ingin membendung laju kembalinya khilafah! sebuah usaha yang akan berakhir sia-sia. kasihan...

cerita pagi

Hening. Suatu pagi di sebuah beranda, dua buah kursi-plastik putih dipisahkan sebuah meja kayu tanpa taplak yang sedikit kusam. Di atas meja itu terdapat sebuah piring kaca transparan berisi 4 potong onde-onde. Piring itu diapit 2 gelas besar berlogo sebuah merek sabun colek yang berisi teh panas yang asapnya masih mengepul. Semua masih utuh. Belum ada yang tergoda untuk mencicipi. Dua anak manusia berusia 25-an tahun yang duduk di masing-masing kursi sudah sekitar 5 menit tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Mata sang gadis terlihat sembab; sementara sang pemuda tampak beberapa kali menarik nafas dalam-dalam. Gadis itu baru saja bercerita tentang masalah yang tengah merundungnya: tesisnya-nya belum juga kelar karena dia tidak bisa memenuhi tuntutan dari sang dosen pembimbing untuk membuat tesisnya begini dan begitu. Dia telah berdoa agar Tuhan menolongnya. Tapi ia merasa Tuhan tidak mau mendengar permintaannya. Maka dia pun “balas dendam” dengan caranya sendiri: berhenti sholat!

Setelah sekian lama diam, sang pemuda pun menceritakan sebuah kisah. Kisah tentang kupu-kupu. Begini ia memulai ceritanya,

“Suatu hari ada seorang pria menemukan seekor calon kupu-kupu yang terkurung dalam sebuah kepompong. Di dinding kepompong itu terdapat sebuah lubang kecil. Dalam beberapa jam, pria itu duduk mengamati sang calon kupu-kupu yang berjuang keras untuk bisa keluar. Sayang, usaha binatang kecil itu tidak juga membuahkan hasil. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memperlebar lubang kepompong itu.

Kupu-kupu tersebut pun keluar dengan mudahnya. Namun, tubuhnya gembung. Sayap-sayapnya pun mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, seiring berjalannya waktu, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga kuat untuk mengangkat tubuhnya. Namun semuanya tak pernah terjadi. Kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap yang mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Selamanya.

Yang tidak dimengerti oleh pria tersebut adalah bahwa adanya dinding kepompong yang sulit ditembus dan perjuangan keras yang harus dilakukan kupu-kupu untuk keluar melewati lubang kecil itu adalah cara Tuhan untuk memaksa cairan tubuh kupu-kupu itu mengalir ke dalam sayap-sayapnya sedemikian rupa sehingga dia akan siap terbang begitu dia terbebas dari penjara kepompong tersebut,” begitu sang pemuda menutup kisahnya.

Setelah menceritakan kisah tentang kupu-kupu yang didapatkannya dari internet tersebut, sang pemuda kemudian menceritakan kisah yang lain: sebuah sketsa yang pernah dilakoninya sendiri dalam lembar panjang hidupnya.

Sekian tahun yang lalu ketika sang pemuda itu masih duduk di bangku SMP, dia pernah jatuh cinta terhadap seorang gadis teman kelasnya sendiri. Di matanya, gadis itu adalah wanita yang luar biasa. Bayangin aja, dia itu nggak hanya pinter, enak diajak ngobrol, punya selera humor yang tinggi, gampang dimintai contekan, tapi juga cantik. Maka usaha pendekatan pun dilakukan sang pemuda. Bahkan hampir setiap habis sholat, dia berdoa kepada Tuhan agar menjadikan gadis itu sebagai isterinya kelak. “Ya Allah, andaipun dia bukan jodohku, maka jodohkanlah. Engkau kan Maha Kuasa.” Begitu kira-kira penutup doanya.

Tapi Tuhan seakan tidak mendengar doanya. Setiap kali sang pemuda melakukan pendekatan, selalu saja sang gadis tampak menjauh. Malah yang lebih menyakitkan, gadis itu justru berpacaran dengan pemuda lain. Pedih! Musnah sudah harapan. Mengapa Tuhan tidak mengabulkan doaku? Padahal aku sudah rajin beribadah kepadaNya? Sang pemuda bertanya-tanya. Tapi tak kunjung ada jawaban.

Baru setelah sekitar 12 tahun kemudian, pemuda itu mengerti. Sang gadis pujaan hati itu ternyata bukan calon isteri yang baik bagi dirinya. Bagaimana tidak, jangankan memakai jilbab, gadis itu kini menjadi penyanyi dari kafe yang satu ke kafe yang lain di samping bekerja sambilan sebagai gadis panggilan, yang bisa “dipakai” siapa saja yang punya uang. Menjijikkan!

Demikian kisah sang pemuda. Dia pun kemudian berkata kepada gadis nekat yang memutuskan berhenti sholat itu,
“Begitulah, Allah mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui. Dia memberi kita kesulitan, bukan tanpa tujuan. Dan tujuan itu adalah demi kebaikan kita sendiri, sebagaimana yang terjadi pada kupu-kupu. Dia tidak mengabulkan doa kita, juga bukan tanpa alasan. Dan alasan itupun demi kebaikan kita sendiri, sebagaimana yang terjadi pada diri saya. Tapi dasar tak tahu diri! Kadang kita merasa lebih mengetahui apa yang terbaik buat kita daripada Tuhan, sehingga dalam doa pun kita mendikteNya. Dan ketika doa kita tidak dikabulkanNya, maka kita pun balas dendam kepadaNya. Betapa kurang ajarnya kita! Hanya karena kasih sayangNya, saat ini kita masih diberiNya kesempatan untuk memohon ampun.”

Setelah ngomong begitu, sang pemuda pun beranjak pergi meninggalkan sang gadis yang kini beku tertegun. Ia pulang begitu saja. Tapi sebelum itu, ditenggaknya dulu teh yang sudah mulai dingin di atas meja, sampai habis tak tersisa. Dan keempat onde-onde yang sedari tadi bengong itu pun dimasukkannya ke dalam plastik kresek yang ternyata sudah dipersiapkannya dari rumah. “Lumayan,” gumamnya sambil ngeloyor pergi.

Monday, September 25, 2006

Siapakah engkau, Manusia Misterius?


Kau betul-betul membuatku penasaran. malam itu, 22 september 2006 pukul 20:13, kau kirimi aku sepotong pesan pendek. "Menyambung kasih, merajut cinta. Beralas ikhlas, beratap doa. Semasa hidup bersimbah khilaf&dosa. Berharap dibasuh maaf. Marhaban Ya Ramadhan", begitu tulismu. terasa asing. seasing no HPmu:081396316032.

Maafkan, kerjaan sedang numpuk malam itu. baru setelah berselang beberapa jam, aku baru bisa membalas, mengucapkan terimakasih dan bertanya siapa dirimu. tapi rupanya kau tidak sabaran. HPmu sudah kau matikan. aku berharap esok paginya HPmu bangkit dari kubur :), tapi harapan itu hanyalah harapan kosong. no HP-mu mati selamanya, setidaknya sampai saat ini. sudah 4 hari! inilah yang membuatku penasaran. siapa sih engkau, manusia misterius?